Suara jarum jam terdengar sangat jelas dalam ruangan sunyi berukuran 10 x 10 meter itu, lima dari tujuh pasang kursi dan meja kerja diruangan itu sudah ditinggalkan pemiliknya karena memang waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 WIB, sudah jauh melewati jam pulang kerja. Hanya tinggal aku dan Haikal dalam ruangan itu, menyelesaikan beberapa deadline laporan sebelum libur panjang cuti bersama sebelum Lebaran.

Seperti gelas kosong, tim residensi datang mengunjungi Candi Muarajambi siap untuk menerima semua informasi dan pengalaman. Banyak hal yang bisa dieksplorasi dari segi sejarah, budaya, lingkungan, interaksi masyarakat, dan aspek lainnya. Candi Muarajambi ibarat tambang ide yang masih belum digali, dan penulis adalah penambang yang akan menggali ide-ide itu. Ide segar yang dapat menjadi bahan dasar dalam membuat cerpen.

. . . .  Tiba-tiba siswa misterius tadi datang menghampiri kami berdua. Aku dan Angel sangat panik. Jantungku serasa mau copot. Samar-samar aku dengar ia  berbicara.

“Kalian kan, yang tadi lari ketakutan melihat aku?”

Kami jadi makin panik. Kami makin ketakutan. Kami ingin secepatnya pergi dari tempat itu.

“Ma maaf maafkan kami!” ujarku terbata-bata sambil berusaha menyembunyikan rasa takutku.

“Oh… Baiklah, perkenalkan namaku Mark, aku pindahan dari Amerika.”

“Haahh Amerika?” aku dan Angel sontak kaget.

Kringg…Kringg…Kringg… Jam beker hijau muda itu sudah berbunyi sejak 5 menit yang lalu. Namun, sang pemilik sepertinya tidak tergerak sedikit pun oleh keributan jam beker itu. Bahkan, kini jam sudah menunjukan pukul 07:10 wib tapi ia masih bergulat dengan selimut tebalnya. Sudah di pastikan, pagi ini ia akan terlambat berangkat ke sekolah.