Antologi cerpen ini merupakan hasil peramuan budaya dan imajinasi yang dilakukan penulis. Peramuan itu dielaborasi dengan pemikiran kritis dan beragam pendapat dari orang sekitar. Budaya menjadi tambang ide yang bisa melahirkan cerita menarik. Apalagi Jambi mempunyai banyak warisan budaya, baik yang terancam punah maupun masih dilestarikan.
Semesta pasti punya tujuan
Ya walaupun tidak menyenangkan
Setidaknya bisa mendewasakan
Pada akhirnya yang kita pelajari dari hidup adalah
bagaimana menerima keadaan tanpa harus membenci kenyataan
Terjebak dalam ilusi membawaku berpetualang ke dalam ruang dimensi yang tidak kupahami. Namaku Sa, Sashi? Oh whatever aku tidak terlalu peduli dengan sebuah nama. Meskipun begitu, aku pernah menelusurinya melalui internet dan menemukan arti namaku, bulan. Indah? Tidak. Kelam? Iya. Aku membenci kegelapan walau aku tinggal di dalamnya.
Siapapun akan merasa mudah untuk mengukir kosakata menjadi tata bicara, berusaha menjadi sosok yang baik-baik saja tampil dengan gaya perfeksionis di hadapan sosok yang menaruh harapan tentangnya. Samar-samar tak terlihat luka di pelupuk matanya Huruf demi huruf disusun untuk mewakilkan kisah baku tentang ceritaNya Ternyata seni dalam berjuang membutuhkan lembaran bantuanNya Ku undang dirimu yang membuka lembaran ini bersama.
Berkisah tentang kehidupan seseorang yang berusaha bangkit dari kegagalan dan berusaha menjalani kehidupannya.
Cerpen ini merupakan perbendaharaan peristiwa yang dikisahkan penulis berangkat dari kehidupan sekitar.
Tidak apa-apa. Menjadi dewasa memang sudah seharusnya seperti ini. Berhenti menyalahkan diri sendiri dan menangis secara diam-diam. Pada suatu waktu, semua yang sedang terjadi akan berakhir lalu kembali baik-baik saja.
Dalam rasa yang tak pernah ada asa. Begitulah caraku mencintaimu, biarkan aku bertahan dalam rindu yang kau ciptakan.
